Oleh: Atian Muhammad Zaky Fahrian
Hal Pertama yang akan saya bahas adalah banyaknya beberapa konten kreator yang ramai memelihara satwa liar di berbagai sosial media. Salah satunya, yang banyak dipelihara dikalangan konten kreator adalah primata yaitu jenis Macaca fascicularis atau sering kita sebut monyet ekor panjang. Sebetulnya isi dari konten yang para kreator angkat melalui sosial media ini sederhana, mereka seolah menunjukan sisi kepedulian mereka terhadap satwa primata serta mempublikasikan tingkah lucu dan menggemaskan dari satwa tersebut. Selain itu mereka juga menunjukkan betapa mudahnya satwa ini dipelihara.
Namun yang harus diketahui oleh masyarakat khususnya para kreator ini adalah kabar terbaru IUCN. Menurut IUCN jenis primata dengan nama ilmiah Macaca fascicularis ini telah di tetapkan sebagai satwa endangered atau terancam punah. Jika terus dibiarkan jumlah satwa ini akan semakin berkurang di habitatnya bahkan mungkin akan mengalami kepunahan.
Tak sedikit para kreator ini memperlihatkan primata peliharaannya dengan umur yang sangat muda atau masih bayi (anakan). Meskipun mereka memperlakukan selayaknya seorang bayi, akan tetapi ketika primata ini mulai menginjak usia dewasa dan masuk masa kawin mereka akan menunjukan sifat liar dan teritorialnya, hal bisa membahayakan pemilik atau manusia di sekitar atau sebaliknya karena mereka sudah biasa dipelihara oleh manusia satwa ini akan sulit beradaptasi dengan habitat aslinya di alam liar atau bahkan tidak mampu untuk survive.
Lalu apa dampak yang dapat terjadi ketika para Kreator ini mengunggah video mereka? Ya, munculnya keinginan masyarakat untuk menjadikan primata ini sebagai hewan peliharaan dan akan terjadinya perburuan besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Selain itu bukan hal yang mudah untuk memelihara dan memenuhi kesejahteraan satwa khususnya primata, mereka butuh asupan makanan dan nutrisi yang cukup, tempat atau kandang yang digunakan pun tidak bisa sembarangan, karena pada dasarnya mereka harus bisa mengekspresikan diri mereka sebagaimana mereka hidup di alam liar, atapun ketika mereka sakit penanganan serta pengobatan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan yang paling penting adalah mereka makhluk sosial yang hidup berkelompok yang jika dipelihara dan dibiarkan menyendiri akan mengganggu psikologisnya.
Hal paling menakutkan adalah mereka termasuk satwa yang berpotensi membawa penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Menurut penelitian yang sudah banyak dilakukan ilmuwan, hewan primata dapat membawa penyakit atau virus yang sangat berbahaya dan memiliki tingkat kematian sekitar 80 persen pada manusia.
Hal Pertama yang akan saya bahas adalah banyaknya beberapa konten kreator yang ramai memelihara satwa liar di berbagai sosial media. Salah satunya, yang banyak dipelihara dikalangan konten kreator adalah primata yaitu jenis Macaca fascicularis atau sering kita sebut monyet ekor panjang. Sebetulnya isi dari konten yang para kreator angkat melalui sosial media ini sederhana, mereka seolah menunjukan sisi kepedulian mereka terhadap satwa primata serta mempublikasikan tingkah lucu dan menggemaskan dari satwa tersebut. Selain itu mereka juga menunjukkan betapa mudahnya satwa ini dipelihara.
Akhir dari tulisan ini saya mengajak masyarakat untuk bersama-sama tidak menjadikan primata atau satwa lainnya sebagai hewan peliharaan. Mereka akan lebih indah dan lestari di alam pada habitatnya sendiri tanpa harus menggembor-gemborkan “Salam lestari” pada akun sosial media yang sebetulnya hanya untuk memperkaya diri tapi tidak untuk kesejahteraan satwa yang mereka pelihara.
Sekuat apapun hukum yang dibuat pemerintah akan sia-sia saja dan tidak berdampak apapun selain punahnya suatu fauna dan ekosistem jika tidak timbulnya kesadaran pada diri sendiri.
“PRIMATA BUKAN HEWAN PELIHARAAN SEPERTI ANJING DAN KUCING, MEREKA HEWAN LIAR
DAN TIDAK SEPANTASNYA BERADA BERDAMPINGAN DENGAN MANUSIA”.
Ditulis dengan mengacu pada referensi dari :
https://www.iucnredlist.org/fr/search/stats?query=Macaca%20fascicularis&searchType=speci
es
Artikel ini ditulis oleh Atian Muhammad Zaky Fahrian A.Md. Vet. Seorang mahasiswan
Kedokteran Hewan yang dilahirkan di Tasikmalaya pada 10 November 1999.
Menyukai segala hal yang berkaitan dengan hewan dan bercita cita mengabdikan diri pada
terwujudnya animal welfare di Indonesia.