SIRKUS LUMBA-LUMBA : Ketika Kesenangan Manusia Mengorbankan kehidupan Satwa Liar

Oleh: Azmi Masfiyati  

Lumba-lumba merupakan salah satu mamalia laut yang memiliki kecerdasan tinggi, menyamai kemampuan otak manusia. Mereka juga merupakan hewan sosial yang hidup berkelompok.

Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) adalah spesies lumba-lumba yang paling umum dikenal oleh kebanyakan orang. Habitatnya berada di perairan hangat di seluruh dunia dan dapat ditemui di hampir seluruh perairan kecuali Samudra Arktik dan Samudra Selatan. 

Lumba-lumba yang hidup di penangkaran dan dipakai dalam sirkus atau pertunjukan seringkali ditangkap dari alam liar dengan jaring atau perangkap. Praktik ini sering kali menyebabkan stress dan cedera, serta sangat berpengaruh pada keadaan psikis dan fisik lumba-lumba.

Kesejahteraan dari satwa liar yang telah ditangkap harus menjadi persyaratan mutlak bagi masyarakat yang memeliharanya. Namun, dalam kasus mamalia laut seperti lumba-lumba yang ditangkap dan dipelihara dalam penangkaran, sulit untuk memenuhi persyaratan tersebut karena lingkungan buatan yang berbeda jauh dari habitat asli mereka seringkali tidak bisa menyediakan kebutuhan mereka secara penuh.

Lumba-lumba telah ditunjukkan oleh penelitian ilmiah terbaru sebagai makhluk yang peka dengan rentang emosi yang lebih luas dari manusia. Mereka pantas mendapatkan penghormatan dan hak untuk tetap hidup di alam liar serta bebas dari gangguan dan bahaya. Keuntungan hanya akan diperoleh untuk para pemegang industri. 

Penangkaran lumba-lumba terbukti tidak memiliki nilai pendidikan dan merupakan serangan besar terhadap kesejahteraan lumba-lumba itu sendiri dan populasi liar di alam. Indonesia memiliki masalah serius dalam perdagangan dan penangkapan illegal terhadap lumba-lumba, yang tampaknya diabaikan oleh pihak berwenang, namun memiliki dampak besar pada keanekaragaman hayati Indonesia dan reputasi Indonesia secara keseluruhan.

Sumber:

Brownell, RL. and Reeves, R.R. (2008) Biological background on Bottlenose Dolphins (Tursiop spp.) .)
in the life-capture trade and specifically on the Indio-Pacific Bottlenose dolphin, T. Aduncus.


Nick Carter, “Effects of Psycho-Physiological Stress on Captive Dolphins”, Humane Society Institute for
Science and Policy Animal Studies Repository, http://animalstudiesrepository.org/acwp_wmm/9/
(Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 13.15)


Thomas I. White, dan Conrad N. Hilton, 2007, “A Primer on Human Personhood, Cetacean Rights and
„Flourishing”, http://indefenseofdolphins.com/wp-content/uploads/2013/07/primer.pdf, (diakses
pada tanggal 27 September 2017 pukul 15.47)


Nick Carter, “Effects of Psycho-Physiological…”, Op. Cit., hlm. 195


https://www.jakartaanimalaid.com/domesticprograms/ric-obarry-dolphin-readaptation-centre